Friday, June 15, 2007

Smart Card: Kala Kartu Debit Tak Lagi Memadai

Anda yang tinggal di kota besar, tentu pernah merasa jengkel akibat antrian panjang di loket pintu tol, tempat parkir atau kereta api. Salah satu penyebab antrian tersebut adalah transaksi pembayaran yang masih menggunakan uang kontan. Pemakaian uang kontan dalam micro payment seperti itu masih sulit untuk dihindari mengingat belum feasible-nya transaksi tersebut untuk mencover biaya transaksi kartu kredit dan debit. Bagaimana solusinya?
Kartu Prabayar dengan Teknologi Smart Card
Jika anda pernah berkunjung ke Hong Kong, tentu pernah bersentuhan dengan kartu prabayar berteknologi smart card dengan nama Octopus. Kartu ini secara luas dipergunakan oleh lebih dari 95% warga Hong Kong untuk menangani micro payment. Dengan kartu tersebut, anda cukup menempelkan smart card pada alat pendeteksi di kasir untuk membayar makanan di restoran, belanja di minimarket, atau untuk sekedar membeli minuman di vending machine. Lebih hebat lagi, jutaan warga Hong Kong setiap harinya naik angkutan umum bus, ferry, tram dan kereta api tanpa harus mengeluarkan si kartu pintar dari dompetnya karena pintu-pintu masuk di angkutan tersebut dapat mendeteksi smart card milik calon penumpang dan memproses pembayaran secara nirkabel.

Melihat kesuksesan Octopus, tak heran negara jiran Singapura dan Malaysia turut mengadaposi teknologi tersebut dengan nama Ez-Link dan Touch N’Go. Untuk Indonesia, ada kabar gembira karena di awal tahun 2007 Bank BCA melakukan soft launch smart card versi BCA berlabel “Flazz Card”. Kartu ini merupakan alat pembayaran elektronis mirip kartu prabayar telepon yang dapat diisi ulang. Dalam bertransaksi, anda cukup melakukan “salam tempel” tanpa perlu menggesek dan mengotorisasi kartu tersebut.
Yang membedakan dari kartu magnetic strip, smart card ini menyimpan sebuah chip dengan kapasitas memori 16 megabyte sehingga mampu menyimpan data 100 kali lebih banyak daripada magnetic strip plastic card. Dengan kemampuan ini, smart card dapat menyimpan data transaksi keuangan dan saldo balance sehingga dapat difungsikan sebagai kartu prabayar dan dipergunakan secara offline. Di Hong Kong, selain versi kartu prabayar yang unregistered, terdapat pula versi registered yang memuat data pribadi pemiliknya dalam rangka meningkatkan keamanan bertransaksi. Dalam perkembangannya, adanya data pemilik tersebut dimanfaatkan oleh pengelola gedung perkantoran dan apartemen untuk memberikan akses masuk kepada karyawan dan penghuni gedung-gedung tersebut. Dibeberapa sekolah, kartu tersebut bahkan dijadikan kartu absensi untuk siswa-siswanya.
Potensi Kartu Prabayar di Indonesia
Melihat luasnya penggunaan smart card di negeri jiran, terobosan Bank BCA ini patut kita apresiasi. Pada masa awal ini nampaknya BCA lebih fokus untuk mempromosikan Flazz Card untuk transaksi kecil di mini market, restoran atau merchant retail lainnya. Mungkin ini dengan pertimbangan bahwa konsumen pada segmen tersebut sudah familiar dengan penggunaan kartu debit atau kredit. Dalam sejarahnya, smart card di launch tahun 1997 bukan oleh suatu lembaga keuangan, tapi justru oleh para operator transportasi di Hong Kong. Oleh karenanya, potensi penggunaan smart card akan sangat dahsyat jika diaplikasikan untuk sektor transportasi seperti kereta api, bus way, jalan tol dan juga jasa parkir di gedung perkantoran dan pusat perbelanjaan yang menuntut proses transaksi micro payment yang extra cepat. Ini adalah PR besar buat BCA untuk segera merangkul pihak-pihat terkait di sektor tersebut jika ingin meraup sukses dengan cepat.
Potensi besar lainnya adalah pedagang-pedagang kecil yang selama ini tidak dapat memanfaatkan kartu debit karena tidak adanya sarana untuk melakukan transaksi secara online. Tentu kita sadari bahwa yang membuat ekomoni negeri ini tetap berjalan pada saat krisis ekonomi adalah para pedagang kecil terutama di sektor informal. Jika BCA bisa melakukan penetrasi pada salah satu fondasi ekomoni rakyat ini melalui fitur offline transaction, tentu hasilnya akan luar biasa. Karena dengan teknologi ini, kios rokok pinggir jalan pun sudah dapat memanfaatkan smart card.
Keuntungan ekomonis untuk bank
BCA tentu sudah menghitung keuntungan ekomonis dari pengadopsian teknologi smart card. Keuntungan yang paling jelas tentunya dari fee based income atas transaksi yang dilakukan dan makin besarnya segmen konsumen BCA. Keuntungan yang unik dari kartu prabayar ini adalah tersedianya zero interest source of fund buat bank pengelolanya. Seperti telah dikemukakan sebelumnya, kartu pra bayar ini mirip prepaid card untuk telepon seluler, pemiliknya bisa melakukan isi ulang hingga maksimal Rp1 juta. Berhubung kartu ini bukan merupakan tabungan, tentunya bank tidak memiliki kewajiban untuk memberikan bunga atas dana yang dititipkan oleh pemilik kartu. BCA mentargetkan untuk menerbitkan 5 juta kartu pertahun. Seandainya kartu-kartu tersebut memiliki saldo rata-rata Rp100 ribu saja, maka dalam satu tahun BCA mengumpulkan dana sebesar Rp500 milyar tanpa perlu membayar bunga satu sen pun.
Yang patut diwaspadai oleh BCA adalah adanya kemungkinan kanibalisme dari produk ini terhadap produk kartu debit yang telah lebih dahulu eksis. Untuk itu, bank perlu lebih hati-hati saat mempromosikan kartu prabayar ke segmen dimana kartu debit sudah diterima dengan baik oleh konsumennya.
Akhir kata, selamat datang era baru pembayaran elektronik. Semoga tidak lama lagi, kita sudah bisa naik busway tanpa harus mengeluarkan dompet dan cukup ber”salam tempel” di pintu tol. Semoga!

No comments: